Tanggal 15 April 2008, Nujood Ali resmi berstatus janda di usia 10 tahun. ABG dari Yaman ini telah mendobrak budaya negerinya yang terbiasa menikah di bawah umur. Nujood dianggap pahlawan yang telah menyelamatkan kehidupan wanita Yaman.
Kini Nujood sudah berusia 13 tahun. Dia kembali bersekolah dan mendapatkan kehidupan normal seperti layaknya remaja seusia dia. Sebelumnya, penderitaan panjang telah menggores kisah hidupnya.
Sejak lahir, Nujood hidup dilingkungan keluarga miskin. Ayahnya, Ali Mohammed Ahdal memiliki 16 anak dari dua istri. Pria itu sudah tidak mampu lagi membiayai kehidupan anak istrinya, maklum, Ahdal hanya mengandalkan upah sebagai tukang sapu jalanan.
Dua kakak perempuan Nujood bernasib malang, Mona diperkosa orang, sementara Jamila dibawa kabur teman dekatnya. Ketimbang Nujood mengalami nasib serupa, Ahdal akhirnya menjodohkan kemudian menikahkan Nujood yang saat itu berusia 9 tahun dengan Faez Ali Tahmer.
Bagi wanita Yaman, menikah di usia dini, bahkan di bawah umur sekalipun merupakan hal lumrah. Budaya itulah yang membuat Nujood tidak memiliki pilihan selain menerima keinginan sang ayah. Dengan berat hati, Nujood pasrah dinikahi Faez, kurir yang berusia 30 tahun.
Alasan Ahdal, menikahkan putrinya yang masih suka nonton film kartun dan bermain berlarian bersama teman sebayanya itu lebih karena faktor ekonomi. Dengan ‘direnggut’ nya Nujood dari keluarga, berarti kewajiban Ahdal berkurang satu mulut untuk diberi makan.
Setelah akad nikah, Nujood langsung diboyong tinggal di rumah Faez yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah orang tuanya. Sesuai aturan di Yaman, jika seorang pria menikahi gadis yang belum menstruasi, dia dilarang bersebadan sebelum istrinya mendapat menstruasi pertama.
Aturan yang sudah membudaya itulah yang membuat Nujood tidak khawatir langsung tinggal di rumah sang suami. Namun Faez bukan tipe pria yang mentaati komitmen dan aturan. Malam pertama itu menjadi neraka dunia bagi Nujood lantaran ‘diperkosa’ suaminya.
Selama dua bulan, hampir setiap malam, Nujood yang memang cantik itu tidak kuasa menolak hasrat Faez. Jika menolak, tubuh kecilnya menjadi sasaran empuk pukulan dan tendangan sang suami. Pernikahan itu ibarat penjara bagi Nujood yang tidak bisa bebas lagi keluar rumah.
Nujood yang malang hanya boleh keluar rumah untuk menemui keluarganya saja. Belia itu sempat menceritakan perlakukan Faez kepada ibunya, namun sang ibu hanya mampu menasehatinya untuk taat kepada suami. Nujood kehilangan pegangan hidup dan tempat mengadu. Terlebih sang ayah yang justru selalu membela Faez ketimbang melindungi putrinya.
Setiap berkunjung ke rumah ibunya, Nujood selalu mendapat uang untuk membeli roti. Uang itu disimpannya. Hingga suatu hari, dirinya sudah tidak tahan lagi dengan penderitaan yang dialami, dia memutuskan kabur dan melarikan diri dari genggaman Faez. Dengan uang itu Nujood bisa mencapai pusat kota Sanaa.
Kepada sopir taksi dia menyampaikan keinginannya untuk bisa cerai dari sang suami. Akhirnya sopir taksi menurunkannya di halaman sebuah pengadilan yang luas. Dengan langkah gontai dan bingung, Nujood masuk ke dalam pengadilan. Perempuan kecil itu duduk di salah satu sudut ruang pengadilan yang ramai dan sibuk.
Kehadiran Nujood disana mengundang perhatian seorang hakim. “Saya datang untuk mengurus perceraian,” ujar Nujood. Merasa prihatin, sang hakim berusaha menenangkan ABG galau itu dan berjanji akan membantunya.
Hakim itu menyimpulkan bahwa Nujood dalam kesulitan besar dan butuh pertolongan. Kemudian Nujood diajak pulang ke rumahnya. Di rumah yang lumayan besar itu, Nujood ditemani putri hakim yang berusia 8 tahun. Selama beberapa hari di rumah itu Nujood ditemani anak hakim dan melampiaskan kerinduannya bermain laiknya anak seusia dia.
Akhirnya Nujood diperkenalkan kepada Shatha Nasser, seorang wanita pengacara yang bersimpati dan akan memperjuangkan niat Nujood untuk minta cerai. Tidak mudah bagi Shatha mewujudkan keinginan kliennya. Sebab dia harus mendobrak tradisi masyarakat Yaman yang menganggap tabu usahanya itu.
Dengan kegigihan dan dukungan media, akhirnya tanggal 15 April 2008, Pengadilan Yaman yang dipimpin Hakim Muhammad Al Ghazi memutuskan gugatan cerai itu. Nujood bisa kembali ke pangkuan ibunya. Pengadilan memberikan sanksi hukuman kepada suami dan ayahnya.
Melalui media, kisah pedih Nujood dan perjuangannya menuntut keadilan telah menyedot perhatian dunia. Menlu Amerika, Hillary Clinton menjulukinya pahlawan dan menjamin keinginan Nujood untuk sekolah hingga mencapai sarjana. “Saya ingin menjadi pengacara,” ujarnya pada Hillary.
Dengan status janda cilik, Nujood tetap percaya diri berbaur dengan lingkungan sekolah. “Apa yang saya alami telah membuat saya semakin kuat Sekarang hidup saya manis seperti permen,” ungkap Nujood yang gandrung matematikan dan Al Quran.
Keberanian Nujood menggugat cerai mendapat dukungan media internasional, seperti CNN, Time, New York Times, Los Angeles Times dan lainnya. Bahkan situs glamour.com menobatkan Nujood sebagai women of Year 2008. Penganugerahan itu digelar di Manhattan
Perjuangannya telah menginspirasi Khadeja Sallami, kreator film Yaman untuk mengangkat kisah hidupnya dalam film. Bahkan sebuah buku berjudul ’I am Nujood, Age 10 and Divorced’ yang mengangkat perjalanan hidup Nujood juga sudah diedarkan.
Kisah Nujood menjadi perwakilan dari perlawanan sejumlah perempuan belia Yaman, yang tidak ingin menikah dini. Bahkan perceraiana itu menjadi inspirasi bagi peluncuran rancangan undang-undang perkawinan di Yaman yang melarang pernikahan di bawah usia 17 tahun.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar